twitter SMAN 4 Lahat


1.PENDEKATAN  PEMEBELAJARAN BERBASIS MASALAH
                     ( PROBLEM  BASED LEARNING )

1.1 Pengertian

PBL (Pro
blem based Learning/ Pembelajaran Berbasis Problem) merupakan metoda belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. PBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Berikut pengertian PBL (Problem based Learning/ Pembelajaran Berbasis Problem) menurut beberapa ahli :
a)      PBL adalah metoda pengajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic dan perancangan produk dan tugas [University of Nottingham, 2003].
b)      PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya [Barron, B. 1998, Wikipedia].
c)      PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata. [Blumenfeld et Al. 1991].d. PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar. [Boud & Felleti, 1991].

1.2 Karakteristik problem Based Learning

Global SchoolNet (2000) melaporkan hasil penelitian the AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)      Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,
b)      Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik,
c)       Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan,
d)     Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,
e)      Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,
f)       Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan,
g)      Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,
h)       Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global SchoolNet, 2000).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan Project Based Learning dikembangkan berdasarkan faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran. Konstruktivisme mengembangkan atmosfer pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menyusun sendiri pengetahuannya (Bell, 1995: 28). Project based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.

Project-based learning dan problem-based learning memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Keduanya adalah strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk melibatkan pebelajar di dalam tugas-tugas otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar mereka. Pebelajar diberi tugas proyek atau problem yang open-ended dengan lebih dari satu pendekatan atau jawaban, yang mensimulasikan situasi profesional. Kedua pendekatan ini juga didefinisikan sebagai student-centered, dan menempatkan peranan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran dilibatkan dalam project- atau problem- based learning yang secara umum bekerja di dalam kelompok secara kolaboratif, dan didorong mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem yang dikerjakan. Pendekatan ini menekankan pengukuran hasil belajar otentik dan dengan basis unjuk kerja (performance-based assessment).

Metoda ini memiliki kecocokan terhadap konsep inovasi pendidikan bidang keteknikan, terutama dalam hal sebagai berikut :§ pelajar memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang berguna untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya,§ pelajar belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered,§ pelajar mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.
Ada tiga kategori umum penerapan proyek untuk pelajar, yakni mengembangkan keterampilan, meneliti permasalahan dan menciptakan solusi. Kreatifitas dari suatu proyek membantu perkembangan pertumbuhan individu. Berdasarkan hasil riset bahwa PBL memberikan kemampuan kognitif dan motivasi yang menghasilkan peningkatan pembelajaran dan kemampuan untuk lebih baik mempertahankan/ menerapkan pengetahuan. Pada model PBL pelajar dilibatkan dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan para pelajar untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan pelajar yang realistis. Pendekatan ini mengacu pada hal-hal sebagai berikut:
Ø  Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
Ø  Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para pelajar ke diri dan panutannya.
Ø   Realisme : kegiatan pelajar difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.
Ø  Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan pelajar untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
Ø  Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para pelajar menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
Ø  Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
Ø  Driving Questions : PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu pelajar untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.h. Constructive Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para pelajar.
Ø  Autonomy : proyek menjadikan aktifitas pelajar sangat penting.

1.3 Pendekatan Pembelajaran Berbasis Problem ( Project Based Learning )

Pendekatan PBL adalah penggunaan proyek sebagai metoda pengajaran/pembelajaran. Para pelajar bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara realistis. Prinsip yang mendasari adalah bahwa dengan aktifitas kompleks ini, kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi tidak tersusun dengan baik. Alternatif penggunaan PBL adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dari pengalaman terdapat dua dimensi untuk menggolongkan alternatif PBL:
1)   penyelesaian tugas dan pembelajaran pengetahuan yang pokok,
2) manajemen proyek dan pembelajaran ketrampilan secara umum. Aktifitas para pengajar dan para pelajar bertukar-tukar tergantung pada derajat tingkat kendali yang diberikan kepada para pelajar dalam kedua dimensi.

1.4 Keuntungan dalam pembelajaran berbasisi problem

Moursund, Bielefeldt, & Underwood (1997) meneliti sejumlah artikel tentang proyek di kelas yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan testimonial terhadap guru, terutama bagaimana guru menggunakan proyek dan persepsi mereka tentang bagaimana keberhasilannya. Atribut keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:
Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
Meningkatkan kecakapan kolaboratif. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi (Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davydov, 1995).

Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Ketika siswa bekerja di dalam tim, mereka menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keterampilan-keterampilan yang telah diidentifikasi oleh siswa ini merupakan keterampilan yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan keterampilan yang amat penting di tempat kerja kelak. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut berlangsung di antara siswa. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.

1.5 Langkah – Langkah Pembelajaran Berbasis Problem( PBL )

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari :
a.   Start With the Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para peserta didik (The George Lucas Educational Foundation : 2005).

b.  Design a Plan for the Project
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek (The George Lucas Educational Foundation : 2005).

c. Create a Schedule
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
a)      membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
b)      membuat deadline penyelesaian proyak,
c)      membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,
d)     membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan
e)      meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara (The George Lucas Educational Foundation : 2005).

d. Monitor the Students and the Progress of the Problem

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting (The George Lucas Educational Foundation : 2005).

e. Assess the Outcome

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing - masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya (The George Lucas Educational Foundation : 2005).

f. Evaluate the Experience

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan.

2. PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS  
                        ( KONTEXTUAL  TEACHING  LEARNING )

2.1. Latar belakang

            Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
             
            Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

            Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

2.2. Pemikiran tentang belajar

            Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1.      Proses belajar
·                     Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
·                     Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
·                     Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
·                     Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
·                     Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
·                     Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
·                     Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2.      Transfer Belajar


·                     Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
·                     Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
·                     Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3.      Siswa sebagai Pembelajar

·                     Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
·                     Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
·                     Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
·                     Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4.      Pentingnya  lingkungan Belajar

·                     Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
·                     Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
·                     Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
·                     Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

2.3. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
           
            Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

2.4 Pengertaian CTL
            1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
            2.  Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata  dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

2.5 Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional


NO.
CTL
TRADISONAL

1.
Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna)
Menyandarkan pada hapalan

2.
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa
Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

3.
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima informasi

4.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

5.
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan

6.
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu

7.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
8.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9.
Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan
10.
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
11.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
12.
Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik
13.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
14.
Hasil belajar diukur  melalui penerapan penilaian autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.








2.6 PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS


CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
1.      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2.      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3.      kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4.      Ciptakan masyarakat belajar
5.      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6.      Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7.       Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

A.    Tujuh Komponen CTL

  1. KONSTRUKTIVISME

l  Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
l  Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

      2.  INQUIRY
           
l  Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
l  Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3.  QUESTIONING (BERTANYA)

l  Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
l  Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. LEARNING COMMUNITY (MASYARAKAT BELAJAR)

·         Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
·         Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
·         Tukar pengalaman
·         Berbagi ide
5.      MODELING (PEMODELAN)

·         Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
·         Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya


6. REFLECTION ( REFLEKSI)

n  Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
n  Mencatat apa yang telah dipelajari
n  Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. AUTHENTIC ASSESSMENT (PENILAIAN YANG SEBENARNYA)

n       Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
n  Penilaian produk (kinerja)
n  Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

B.     Karakteristik Pembelajaran  CTL

n    Kerjasama
n    Saling menunjang
n    Menyenangkan, tidak membosankan
n    Belajar dengan bergairah
n    Pembelajaran terintegrasi
n    Menggunakan berbagai sumber
n    Siswa aktif
n    Sharing dengan teman
n    Siswa kritis guru kreatif
n    Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
n    Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain




2.7 MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL

            Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

            Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

            Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

  1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standara Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar
  2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
  3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
  4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
  5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Creemers, B. P. M. And G. J. Reezigt 1996. School Level Condition Affecting The Effectiveness of Instruction. School Effectiveness and School Improvement. 7 (3), 197-228
Departemen Pendidikan Nasional 2006. "Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar". Makalah disampaikan pada Kegiatan Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Palembang Tanggal 14-16 September 2006.
Gulo, W 2004. Strategi Belajar Mengajar. Cet ke- 2. PT. Grasindo, Jakarta
Jamaludin 2003. Pembelajaran yang Efektif: faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa. Cet. Ke- 3. Mekarjaya, Jakarta
Joice, Bruce and Weil Marsha 1980. Models of Teaching. Prentice Hall International Inc., London
Rasyad, Aminuddin 2003. Teori Belajar dan Pembelajaran. Cet. ke- 3. UHAMKA Press, Jakarta
Rose, Colin and Malcolm J. Nicholl 1997. Accelerated Learning for The 21st Century. Judy Piatkus, London
Sutrisno 2005. Revolusi Pendidikan di Indonesia: Membedah Metode dan Teknik Pendidikan Berbasis Kompetensi. Ar-Ruzz, Jogjakarta

Minggu, 20 Mei 2012 | 0 komentar |

0 komentar:

Posting Komentar